Menyusuri Museum Multatuli "Douwes Dekker" Di Rangkas Bitung

Patung Multatuli alias Douwes Dekker
Museum Multatuli merupakan sebuah bentuk penghargaan Pemerintah Indonesia dan Pemerintah Belanda untuk mengenai jejak-jejak perjuangan Edward Douwes Dekker atau yang lebih sering dikenal di Lebak dan nasional sebagai "Multatuli".

Hari itu kami melakukan perjalan ke Rangkas Bitung untuk menyusuri jejak-jejak perjuangan di Rangkas Bitung.

Perjalanan kami mulai dari Stasiun Tanah Abang pukul 09.00 WIB. Ditempuh dalam waktu 2 jam, kami sampai di Stasiun Rangkas Bitung. Pukul 11.00 kami tiba, langsung kami mencari makan, karena perut yang sudah cukup lapar. 

Stasiun Rangkas Bitung


Hal yang paling menarik jika kita travelling ke daerah yaitu kulinernya yang murah meriah. Kami tidak kesulitan mencari makan yang murah meriah dan lezat. Kali ini kami memilih menyantai nasi padang dengan harga murah meriah yaitu hanya Rp. 10.000

Rp 10.000 lengkap dengan teh manis nya
Setelah mengisi energi, kami memutuskan untuk sholat terlebih dahulu ke masjid dekat alun-alun Rangkas Bitung. 

Masjid Arafah yang berada di seberang alun-alun Rangkas Bitung
Sebenarnya kami ingin sekali menaiki menara masjid itu, karena nampaknya dengan menaiki menara itu kami bisa melihat suasana kota Rangkas Bitung dengan lebih luas. Namun sayang tidak bisa, karena tidak diberi akses untuk menaiki menara keatas sana. 

Baiklah, kamipun memilih untuk segera menjelajahi tempat lain. Pertama kami menjelajahi taman makam pahlawan Rangkas Bitung. Sama seperti taman makam pahlawan yang lain, diisi oleh para pejuang yang berasal dari daerah itu.

Nampak depan

makam para pahlawan

Setelah menengok makam pahlawan, kami kembali memfokuskan ke tujuan utama kami yaitu Museum Multatuli. Sebenarnya kami juga ingin mengunjungi rumah yang dijadikan sebagai tempat tinggal Multatuli saat ditugaskan oleh pemerintah Belanda saat menjajah Indonesia, namun sayang, rumahnya digembok, tidak bisa kami memasukinya.

Rumah Multatuli
Karena gagal, kami segera memutuskan menuju museumnya untuk tau lebih banyak. Tidak terlalu jauh dari rumahnya, kamipun sampai di Museum Multatuli.

Disini kami banyak sekali mendapatkan informasi mengenai Multatuli alias Edward Douwes Dekker. Jadi Douwes Dekker ini pada zaman penjajahan dahulu ditugaskan untuk menjadi wakil residen Lebak,(kalau sekarang wakil Bupati). Saat bertugas menjadi wakil residen, Douwes Dekker banyak melihat kekejaman yang sangat tidak manusiawi dilakukan oleh pemerintah keresidenan dan Belanda. Douwes Dekker berusaha untuk melakukan protes kepada pemerintah Belanda namun tidak dihiraukan. Beliau banyak melakukan perjuangan politik etis melalui banyak pergerakan. Novel nya yang terkenal yaitu "Max Havellar" menjadikan bukti bahwa Douwes Dekker ingin adanya politik balas budi kepada rakyat Nusantara. Beliau juga mendirikan Indiche Partij bersama dengan 2 orang sahabatnya yaitu dr Cipto Mangunkusumo dan Soewardi Soeryadiningrat (Ki Hajar Dewantara) atau yang lebih kita kenal dengan 3 Serangkai.

petikan Douwes Dekker yang begitu menyentuh 

Patung Douwes Dekker

Douwes Dekker hanya bertugas selama 84 hari di Lebak, setelah itu kembali dipulangkan oleh pemerintah Belanda. Namun selama 84 hari itu begitu besar pergerakan yang telah dilakukan beliau. Untuk mengenang dan menghargai jasa Beliau pemerintah Rangkas Bitung mendirikan museum ini sekaligus juga untuk menarik minat para pengunjung.

Dari perjuangan beliau kita juga bisa memahami bahwa tidak semua orang Belanda itu jahat dan hanya mau menjajah Nusantara saja, masih banyak orang yang masih memiliki hati nurani dan manusiawi.

Kami juga cukup puas bercerita-cerita dengan pengelola museum, beliau juga merupakan orang asli Rangkas yang juga ingin memajukan daerah Rangkas, salah satunya di bidang sejarah.

Setelah itu, kami melanjutkan perjalanan ke perpustakaannya. Unik bangunannya karena mirip dengan lumbung padi

Tapi sayang, saat kami datang, waktu berkunjung sudah habis, namun kami sempat berbincang-bincang sejenak dengan pengelola perpustakaan. Mereka juga memberi kami informasi mengenai wisata di Rangkas. Salah satu rekomendasi mereka yaitu harus ke Baduy dan pantai Sawarna. Kami pun bertekad suatu saat nanti kami akan kesana. Merekapun siap memberikan tumpangan kepada kami jika suatu saat nanti kami mau berkunjung kembali. Kami kembali sangat bersemangat kembali kesana hehe.

Setelah puas menyusuri Museum, kami ingin wisata kuliner sebenarnya, tapi karena hari sudah mulai malam, kami memutuskan untuk kuliner di cafe yang paling terkenal disana. Ya, cafe D'vara namanya. Aku tidak sempat mengambil dokumentasi disini, tapi lumayan memuaskan tempatnya, pelayanannya juga enak.

Sekian perjalan kami di Rangkas, selanjutnya kami akan menuju Serang untuk menjelajahi destinasi selanjutnya.

--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Biaya yang kami keluarkan selama perjalanan 
Tiket KRL dr Tanah Abang- Rangkas Rp 8.000
Makan siang RP.10.000
Beli jus alpukat Rp 10.000
Makan di cafe habis Rp.72.000

Dari stasiun kami berjalan ke alun-alun, karena jarak hanya 1 km, traveller gak boleh manja harus kuat wkwk

2 Comments

  1. Flashback baca ini untuk mengenang cerita yang sudah hampir lupa untuk dituliskan :D Mau lagi ke Rangkas, tapi ke Baduy!! hehe

    ReplyDelete
    Replies
    1. gimana mau lupa, kan banyak drama juga perjalanan kesini ya hehe....
      Yuk agendakan ke Baduy

      Delete